Autentik.id, Daerah – Masifnya aktifitas Petambangan Emas Tanpa Izin (PETI), oleh sebagian kalangan dianggap sebagai ancaman lingkungan. Tak hanya itu, PETI juga dikhawatirkan akan jadi ancaman terhadap ketersediaan air bersih bagi masyarakat Pohuwato.
Pun demikian disampaikan Sekretaris Daerah, Iskandar Datau, saat memimpin agenda serah terima pejabat Direktur Perumdam Tirta Moolango Pohuwato, pada Selasa (25/6/2024).
Menurut Iskandar, sumber mata air bersih yang didistribusikan untuk masyarakat di Pohuwato melalui Perumdam Tirta Moolango, tak dapat dipungkiri berada dalam ancaman. Lebih-lebih aktifitas PETI yang diakuinya berada di kantong-kantong penyimpanan air.
“Alhamdulillah di sumber air terang (Buntulia) masih terjaga. Akan tetapi, jika mereka (pelaku PETI) masuk ke wilayah itu, selesai sudah,” ungkap Iskandar.
Mantan Kepala Badan Keuangan Pohuwato itu juga mengaku, meski terdapat beberapa wilayah cagar alam yang menjadi sumber air bersih Perumdam, dirinya khawatir CA tersebut kini mulai dirambah oleh para pelaku PETI.
“Padahal statusnya itu cagar alam, berarti yang masuk di situ tidak sembarang orang, namun status lindung pun sekarang mereka sudah rambah,” sesalnya.
Pun demikian, kata Iskandar, aktivitas PETI beberapa diantaranya sudah memasuki wilayah konsesi perusahaan, semisal izin sawit di Popayato.
“Disitu ada konsesi di dalam, ada izin sawit, namun mereka (Peti) sudah masuk di wilayah konsesi yang secara resmi pemerintah sudah beri izin untuk pengambangan sawit,” jelasnya.
Menurutnya, hal itu juga akan menjadi ancaman bagi ketersediaan air berish untuk masyarakat Pohuwato. Dirinya pun berharap, penjabat Direktur Perumdam Tirta Molango yang baru bisa menyelesaikan berbagai persoalan menyangkut ketersediaan air bersih di Pohuwato.
“Ini tantangan kita kedepan, jadi ini bukan hal yang mudah pak Mahyudin selaku Plt Direktur,” ujarnya.
Tak lupa, dirinya juga kembali mengingatkan pentingnya upaya rehabilitasi wilayah bagian hulu sungai. Namun hal itu kata dia membutuhkan interferensi dari kementerian.
Mengingat, di tahun 2020 lalu, laju rehabilitasi dan laju kerusakannya itu sangat bertimpang. Dari rehabilitasi hanya 600 hektar, kerusakannya justru mencapai 1.800 hektar kerusakan degradasi nya.
“Yang bisa kita lakukan sekarang, selain memperbaiki infrastruktur yang di hilir, tentu ada perbaikan dibagian hulu juga,” pungkasnya.
Penulis : Riyan Lagili