FGD yang diprakarsai Maleo Institute, Jumat (08/11/2024).
Autentik.id, News – Berangkat dari pro – kontra proyek Biomasa oleh sejumlah perusahaan di Kabupaten Pohuwato, Komunitas literasi, Maleo Institute menggelar Forum Group Discussion (FGD) dengan menghadirkan para pihak, mulai dari unsur Pemerintah Daerah, Pemerhati Lingkungan, Japesda Gorontalo, Burung Indonesia sebagai pemateri dan dipandu Founder Maleo Institute, Abdul Najid Lasale.
Berlangsung di B.Maleo, Burung Indonesia, pada Jumat (09/11/2024), FGD dengan tema “Tantangan dan Harapan baru Investasi Bioenergi : Antara Keseimbangan Ekositem Ekonomi dan Kelestarian Lingkungan” yang dibuka oleh Plh. Sekda Pohuwato, Bahari Gobel, menjadi wadah para peserta dari kalangan organisasi kemahasiswaan, pemuda dan media massa di Kabupaten Pohuwato untuk berdiskusi dan menambah pengetahuan baru kaitan dengan Isu sosial, ekonomi dan keberlangsungan lingkungan atas hadirnya Investasi Bioenergi.
Ada dua pandangan yang muncul dari hadirnya investasi bioenergi itu. Ada yang kontra, karena melihat hadirnya investasi bioenergi berimplikasi terhadap berkurangnya fungsi hutan atas aktifitas PT.IGL, BTL dan BJA, untuk produksi wood pellet. Namun ada pula yang pro, karena hadirnya investasi bioenergi dinilai memberikan dampak baik terhadap terbukanya lapangan pekerjaan dan perekonomian masyarakat sekitar kawasan investasi.
Plh. Sekretaris Daerah, Bahari Gobel, saat membuka kegiatan, menyampaikan Bioenergi akan membuka lembaran baru dalam upaya mewujudkan kemandirian energy dan keberlanjutan lingkungan Pohuwato.
Bioenergi, kata Bahari adalah solusi energi yang ramah lingkungan, berkelanjutan, dan sejalan dengan komitmen daerah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Selain itu, sektor ini juga berpotensi besar menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, serta mendukung perekonomian daerah.
Namun, lanjut Bahari, dalam menjalankan proyek sebesar ini, diperhadapkan dengan berbagai tantangan. Baik infrastruktur dan teknologi, tantangan dalam hal regulasi yang perlu mendukung perkembangan bioenergy.
Selain itu, tantangan sosial dan lingkungan juga harus menjadi perhatian bersama dengan melibatkan Masyarakat dalam setiap tahap pengembangan, agar manfaat bioenergi bisa dirasakan secara langsung oleh masyarakat sekitar.
“Begitu juga dalam aspek keberlanjutan lingkungan, penting bagi kita untuk memanfaatkan bahan baku bioenergi yang tidak merusak lingkungan dan ekosistem yang ada,” pungkasnya.
Dibalik semua tantangan tersebut, kata Dia, ada harapan besar agar investasi bioenergi dapat membawa Pohuwato menjadi daerah yang mandiri energi, sekaligus turut serta dalam upaya global mengurangi dampak perubahan iklim.
“Saya percaya bahwa dengan kolaborasi erat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, kita akan mampu menghadapi tantangan ini dengan baik,” pungkasnya.
Dalam pemaparannya, Kepala Bidang Perencanaan BAPPEDA Pohuwato Jumadi Giono menyampaikan bahwa Kabupaten Pohuwato merupakan daerah yang memiliki luas hutan paling luas di Provinsi Gorontalo. Namun taraf kerusakan hutan di Pohuwato kata dia juga mengkhawatirkan.
Untuk rencana kebijakan kedepan kata dia, dalam visi pembangunan Kabupaten Pohuwato tahun 2025 – 2045 mengusung visi Pohuwato berkelanjutan, Maju, Mandiri, Agamis Berbudaya (BERADAB).
“Kenapa berkelanjutan ? berkelanjutan berarti Pemerintah daerah berkomitmen dalam membangun menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pengelolaan SDA berkelanjutan,” terang Jumadi Giono
Sementara itu, Kepala Disnakertrans Pohuwato Nizma Sanad menyampaikan bahwa di Pohuwato terdapat 44 perusahaan besar dengan serapan tenaga kerja sebanyak 4.163 tenaga kerja. Dimana, 2.830 pekerja diantaranya merupakan pekerja lokal, termasuk yang bekerja pada perusahaan besar disektor pertambangan, biomasa, dan sektor lainya.
JAPESDA Gorontalo, Renal Husa dalam pemaparanya menyampaikan 420.000 Ha hutan alam terancam dideforestasi sementara untuk upaya Rehabilitasi (rotasi) hanya kurang dari 2% . Kata dia, ada 2 wilayah di Provinsi Gorontalo yang bertanggungjawab atas 51 persen kehilangan tutupan pohon antara tahun 2001 dan 2022. Dimana Pohuwato mengalami kehilangan tutupan pohon paling banyak sebesar 38,6 Kha dibandingkan dengan rata – rata sebesar 18, 9Kha.
“Sementara Kabupaten Gorontalo kehilangan tutupan pohon 29.0 Kha disusul Kabupaten Gorontalo Utara 27,9 Kha, Kabupaten Boalemo 26,1 Kha dan Kabupaten Bone Bolango 10,1 Kha,” kata Renal.
Dijelaskanya, BJA sendiri merupakan Perusahaan industri pengolahan dari kayu primer menjadi wood pellet, dimana PT BJA mendapatkan sumber bahan baku kayu dari 2 Perusahaan sawit, yakni PT IGL dan PT BTL.
“PT IGL dan PT BTL mendapatkan amnesti dari KLHK pada tahun 2011 terkait penghapusan PKS di dalam kawasan hutan. PT IGL dan PT BTL mendapatkan izin pemanfaatan hutan hak dari KLHK pada 13 Mei 2020 (SK MenLHK No.3102 dan No.3103),” ucapnya.
Dampak lain dari eksport Wood pellet , kata Dia, ekosistem dan ruang hidup nelayan yang turut rusak. Bahkan hasil analisis menunjukan kapal pengangkut wood pellet membuang jangkar di dalam zona inti (bukan zona pemanfaatan), dimana Konfirmasi dari KKP, kata Dia, Kawasan Konservasi merupakan lokasi penangkapan gurita Masyarakat Suku Bajo Torosiaje.
Terhadap masalah bioenergi yang hangat dibicarkan, Gorontalo Program Coordinator Burung Indonesia, Patma Santi, menyampaikan bahwa para pihak harusnya duduk bersama untuk mencarikan solusi atas permasalahan yang terjadi. Terhadap masalah deforestasi oleh perusahaan kata Patmasanti, para pihak tidak boleh hanya mengutuk. Tapi juga melakukan langkah nyata untuk mencegah deforestasi.
“Mari berhenti mengutuk gelap. Mari mulai menyalakan lilin. Sebagai NGO internasional, kami Burung Indonesia tentu memiliki keterbatasan untuk menghentikan aktivitas mereka (perusahaan). Kenapa ? karena secara adminitrasi mereka punya izin, nah kalau menghentikan di sini itu ranahnya pemerintah,” kata Dia sembari menambahkan semua pihak bisa berkontribusi melakukan upaya menjaga lingkungan.
Sementara itu, terkait perdebatan pro dan kontra aktivitas investasi yang ada di Pohuwato saat ini, Pemerhati Lingkungan Djufri Hard menekankan pentingnya untuk menangkap isu dengan metode memahami isi perut.
“Pahami betul apa isi perutmu. Berarti, Ketika kalian mau dorong gerakan advokasi, dia harus berbasis bukti atau berbasis data,” kata Djufri sembari menegaskan, jika advokasi tanpa basis bukti menurutnya adalah provokasi.
Soal rencana pemerintah untuk mulai menerapkan Green Economy dalam rencana program jangka panjang Kabupaten Pohuwato, dirinya berharap hal ini dapat menjadi perhatian bersama agar tumbuhnya gerakan investasi di Pohuwato harus memperhatikan pendekatan aspek lingkungan.
“Pertanyaanya bagaimana kita memastikan mengawal apa yang dilakukan Bappeda itu terwujud. Bukan sekedar konsep yang ada di kepala. Tapi itu benar-benar dikawal. Pun dengan peran media yang sebenarnya sebagai state actor (actor negara) jika medianya berfungsi dengan baik,” tegasnya.
Penulis : Riyan Lagili
Autentik.id, Legislatif - DPRD Kabupaten Pohuwato kembali menggelar Rapat Paripurna, Kamis (26/6/2025) di ruang rapat…
Autentik.id, Legislatif - Banjir bandang yang menghantam Kecamatan Wanggarasi hingga menewaskan 2 warga Desa Tuweya,…
Autentik.id, News - Banjir bandang yang melanda Desa Tuweya dan Bohusami di Kecamatan Wanggarasi masih…
Autentik.id, News - Sejumlah warga yang terdampak banjir menyampaikan apresiasi dan ungkapan terima kasih kepada…
Autentik.id, News - Duka musibah banjir bandang yang menghantam Desa Tuweya, Bohusami dan desa lainya…
Autentik.id, Peristiwa – Hujan deras yang mengguyur wilayah Kabupaten Pohuwato pada Jumat malam (20/6/2025), menyebabkan…
This website uses cookies.